Man Jadda Wajada
Oleh: Prof. Dinn Wahyudin
Alkisah ada seorang anak dari Tanah Minangkabau
yang bercita cita menjadi seorang ilmuwan seperti BJ Habibie. Ia bernama Alif,
seorang anak desa yang selalu taat pada orangtuanya. Ibunya menghendaki Alif
kelak menjadi seorang sosok kyai seperti Buya Hamka. Dengan berat hati, Alif
memutuskan untuk belajar sesuai harapan ibunya. Ia pergi ke sebuah pesantren
yaitu Pondok Madani di Jawa Timur.
Awalnya Alif sangat berat untuk belajar di
pesantren. Selama mondok, ia berkawan dengan lima
santri yang berasal dari 5 daerah yang berbeda. Mereka adalah Said dari
Surabaya, Lubis dari Medan, Dulmajid dari Madura, Atang dari Bandung, dan Baso
dari Gowa. Mereka berenam berusaha keras untuk belajar dan menyesuaikan diri
dengan kehidupan mondok di pesantren.
Berkat bimbingan Ustaz dan pimpinan pondok
pesantren setempat, Alif dan kawan kawan mampu
belajar keras dan bekerja keras dan menyesuaikan diri dengan kultur kehidupan
pesantren. Takkala belajar usai, mereka berenam selalu berkumpul di dekat menara mesjid dan menyebut dirinya
sebagai Sahibul Menara atau para pemilik menara.
Dengan bimbingan langsung dari kyai pemimpin pondok
dan Ustaz, para santri di pesantren tersebut belajar mengaji dan belajar ilmu
agama lainnya. Mereka senantiasa mendapat suntikan semangat dari pimpinan
pondok dan ustaz favoritnya. Salah satunya, bernama Ustaz Salam yang senantiasa memberikan semangat
dengan ungkapan bergelora, sebuah peribahasa dalam bahasa Arab
yang berbunyi Man Jadda Wajada, artinya, Siapa yang
bersungguh sungguh, pasti akan berhasil. Atau kutipan indah lainnya yang
dilontarkan sang Ustaz dengan ungkapan motivasional Man
shabara Zhafira. Siapa
yang bersabar akan beruntung. Jangan sedih dengan cobaan dan penderitaan hari
ini, ananda. Jalani saja. Belajar dengan tekun untuk masa depan yang lebih
baik. Ayo belajar keras.
Itulah ungkapan arif, peribahasa dalam bahasa
Arab Man Jadda Wajada yang selalu dipompakan Ustaz Salman kepada para santri dan Sahibul Menara di Pondok
Pesantren Masani Jawa Timur. Melalui suntikan semangat man jadda wajada
itulah para santri dan enam sekawan Sahibul menara mampu belajar keras
mendalami ilmu agama dan ilmu lainnya.
Kisah ini dicuplik dari Film bertajuk Negeri 5
Menara, 2012 yang disutradarai Afandi Abdul
Rahman. Atau trailer filmnya bisa diakses pada tautan
https://www.google.com/search?q=sinopsis+film+trailer+negeri+5+mwnara+neflix+download
Peran Ustaz
Dalam konteks pendidikan, menurut KBBI ( 2023)
ustaz untuk laki-laki dan ustazah untuk perempuan dimaknakan sebagai guru agama
atau guru besar (dalam agama Islam). Di Persia dan di negara berbahasa Arab,
kata Ustaz mengacu pada kualifikasi seorang Profesor di suatu universitas atau
Dosen. Bahkan di Persia pada zaman dahulu, seorang pelukis dan seniman
kaligrafi sering dipanggil Ustaz, karena kepiawaiannya dalam bidang seni musik
dan kaligrafi.
Di Pakistan, seorang seniman dan penyanyi kondang
seperti Nusrat Fateh Ali Khan, sering dipanggil ustaz
karena kepiawaiannya dalam nyanyian Qawali. Dalam bahasa Inggris, ustaz
dimaknakan sebagai master. Mereka merupakan sosok yang melahirkan karya bermutu
atau karya masterpiece. (Abdul Hadi, 2022).
Di negeri jiran Malaysia, kata ustaz sering
diartikan sebagai guru agama Islam, as
devoted to those who teach religion or Islamic teaching in schools, madrasahs,
mosques, huts and so on. Tok Guru refers to religious teachers
who have spiritual leadership.(educalingo,
2022).
Berdasarkan uraian singkat di atas, tugas seorang
ustaz atau ustazah adalah memberikan pendidikan kepada peserta didik atau
santri atau masyarakat luas dengan mengayomi, mengajarkan, mendidik, membina,
membimbing, mengarahkan, melatih, mengasuh, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam ilmu agama dan ilmu lainnya yang
memberi kemaslahatan bagi masyarakat.
Lukman Al Hakim adalah sosok teladan dalam mendidik
anak. Keteladanan Lukman Al Hakim ini telah diabadikan dalam Al Quran Al Karim
agar menjadi pedoman dan menjadi contoh bagi umat sesudahnya. QS Luqman ayat
13, "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepada anaknya, hai anakku
janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar benar kezaliman ywng besar".
Kaitannya dengan ungkapan motivasi man jadda wajada, terdapat dalam QS Al Baqarah
ayat 286, Laa yukallifulla nafsan illa wus'aha. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya.
Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
Dalam konteks ini, apapun masalah yang dihadapi,
Allah tahu bahwa kita mampu menghadapinya. Oleh sebab itu kita harus bersungguh
sungguh melakukan hal yang menjadi pilihan (yang baik) kita.
Ungkapan yang senada, ditorehkan dalam Firman Allah
QS Ar Ra'd ayat 11, ...Sesungguhnya Allah
tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah keadaan yang ada
pada dirinya sendiri.***
Penulis adalah Guru Besar Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan.
Tidak ada komentar: